BELUM SELESAI .... REHAT DULU
KRONOLOGI URUTAN POSTING KEBALIK DENGAN GNOSIS FOR SEEKERS

Prolog :
Just Simple Words to Begin and Fade Away
(Hanya Kata-kata Sederhana untuk memulai dan kemudian Berlalu)
Silence is the language of God. All else is poor translation. ~ Rumi
Keheningan adalah Bahasa Ilahiah. Segala lainnya hanyalah terjemahan semu adanya.
Pada hakekatnya kita adalah makhluk spiritual yang menjalani peran sbg manusia ketimbang sbg manusia yang menjalani tugas spiritual..Kita hanyalah ketiadaan yang diadakan dalam keberadaan untuk sekedar sederhana mengada tanpa perlu mengada-ada dihadapanNya...betapa indahnya kehidupan jika kita tiada ragu untuk mampu hadir dalam kesederhanaan yang murni, tulus apa adanya tanpa perlu membalutnya dengan kemasan kesempurnaan yang walaupun mungkin tampak indah dan megah namun semu dalam kesejatiannya..... Belajarlah meng-"esa"-kan diri dalam keseluruhan, kebersamaan dan kesemestaan....Kebahagiaan kita berbanding lurus dg kebijaksanaan kita namun berbanding terbalik dengan kemelekatan kita. Tdk semua yang kita inginkan akan menjadi kenyataan, tdk semua yang tdk kita inginkan tdk akan menjadi kenyataan. So, perlu kebijaksanaan untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya dan tidak terlalu mengharuskan keinginan kita menjadi kenyataan..... Dunia mungkin hanya memandang dari produk pencapaian kita di permukaan, namun Tuhan sesungguhnya di kedalaman menilai kita dari proses penempuhan kita. So, jangan terkelabui oleh permainan duniawi karena dihadapanNya tidaklah penting harta kekayaan, nilai perolehan, kemuliaan diri dsb yang pada dasarnya hanyalah by product dampak samping dari perjalanan kehidupan ini. Dia lebih mengutamakan bagaimana cara kita mensikapi, menjalani dan mengatasi amanah kehidupan ini sebagai atsar amalan diri kita kelak. Bukan kaya miskin harta kekayaan, baik buruk nilai perolehan, mulia nista duniawi yang menjadi indikator bagiNya dalam menilai kualitas diri hambaNya tetapi seberapa ikhlas kita mensikapi , seberapa istiqomah kita berikhtiar menjalani dan seberapa tawakal kita menerima garisNya...Bagaikan biasan warna -warni pelangi yang berasal dari Sumber Cahaya Putih Cemerlang yang sama walau dalam dunia segalanya tampak berbeda di permukaannya, namun dalam Dharma segalanya menyatu dalam kesejatianNya.
Kutipan :
Yang perlu kita fahami, sadari dan hadapi tampaknya bukan sekedar kegilaan insani atau kematian alami namun terutama kelupaan abadi akan kesejatian diri dalam setiap episode permainan keabadian samsarik yang disebut (siklus) kehidupan (dan kematian) ini.
Mensikapi Pandangan =
Semula kami memandang cukuplah 3 (tiga) prasyarat paradigma pandangan untuk dikatakan benar, bajik & bijak, yaitu totalitas (menyeluruh), pragmatisme (kebermanfaatan ) & konsistensi (ajeg tidak plin-plan & adil tanpa standar ganda). / see : data lama Gnosis Publik kami /
Terlepas dari prasangka asumtif nivritti negatif tersuratnya (KM4 Dukkha, Nibidda, dst) , tanpa referensi Buddhisme wawasan spiritualitas bukan hanya terasa hambar & dangkal rasanya namun bisa jadi salah arah dalam keterpedayaan samsarik ?. Namun, aneh juga Buddhisme justru menambahkan dengan slogan yang tidak bisa dibilang 'marketable' demi kelaziman obralan pemasaran (persuasi pengharapan & intimidasi ancaman ? ). Ada apa ini ?
Link data :
Link Video :
ovada 3 (inti ajaran Buddha : jauhi keburukan, jalani kebaikan & murnikan kesejatian ?)
diajarkan murni x untuk popularitas, pengikut atau perolehan materi
hanya demi kemanfaatan (kebaikan) orang tsb x pemanfaatan
prasangka Nigrodha (pengikut, cara hidup, tradisi )
demi manfaat kebahagiaan kesejahteraan banyak makhluk
empati Upali
no claim upadana
just for others' goodness & respect dhamma (x identificative & exploitative motive : pengakuan, perolehan & pengikut )
Hanya demi pembabaran Dhamma sejati secara murni demi kebaikan & kesucian semuanya tanpa motif tersurat & tersirat apapun.
Ini sama sekali tidak dimaksud untuk menggenapi mitos ( semisal agama Shiva Buddha - Sabdo Palon? di atas). Bagi kami bukan hanya kebodohan internal namun bahkan pembodohan eksternal untuk membuatkan belenggu baru bagi semua. Namun jika kemudian ada yang ingin meng-klaim, menggunakan atau memanfaatkannya biarlah itu menjadi beban tanggung jawab karmic atas effek kosmik yang dilakukannya (kesesatan & penyesatan > kecerahan & pencerahan ?). Well, bagi kami biarlah Realitas Kenyataan itu tetap utuh dalam kesempurnaannya ... tidak usah memecahkannya dalam aneka kepingan pandangan walau kita faham/ sadar dalam memilah memang ada Kebenaran yang memurnikan dan ada juga Kepalsuan yang menjatuhkan namun kebijaksanaan atas keberimbangan perlu dijaga untuk tidak menjerumuskan diri ke dalam mana kesombongan pembandingan untuk ekstrem konseptual tertentu bahkan walau itu sesungguhnya memang untuk mementingkan kebenaran tidak sekedar untuk membenarkan kepentingan. (Dalam sutta nipata Buddha bahkan lebih halus & santun menyatakan bahwa sesungguhnya tidak (perlu) ada (klaim konsep) kebenaran tunggal .... yang ada hanyalah fakta permasalahan dan cara mengamati, mengalami & mengatasinya saja.... Dukkha vs JMB 8.)
REHAT DULU
Lagipula sebenar apapun idea pandangan (hujjah konsep kebenaran teoritis) belumlah berarti jika saja tanpa penempuhan autentik,hingga memang terbukti dalam realisasi penembusan & pencerahan selanjutnya. Konsep ini justru malah akan menyekap/ menjebak semuanya jika hanya menjadi fanatisme kepercayaan belaka apalagi jika diikuti dengan radikalisme pemaksaan ... payah & parah. Dhamma harus dilayakkan dengan pemberdayaan. Itulah sebabnya Buddha walaupun authentically sudah menempuh, menembus dan memahaminya sendiri tetap menegaskan prinsip ehipasiko pembuktian sendiri ketimbang hanyalah peyakinan fanatisme percaya membuta bukan hanya karena secara pragmatisme begitu dangkal (hanya sebatas intelektual bahkan emosional ?) & kurang berguna bagi progress kualitas spiritual authentic savakaNya namun karena memang cukup berat dan tidak mudah merealisasi pencerahan yang mutlak harus ditempuh dengan perwira secara mandiri tidak membebani / menggantungkan pengharapan dari lainnya saja ... kualitas sejati Ariya. So,Beliau telah bersikap bijak membabarkan paradigma saddhamma pemberdayaan yang tidak hanya berguna dalam membantu dan memandu namun juga tidak memperdayakan membelenggu & menipu diriNya dan juga SavakaNya.
( Alagaddupama sutta - sutta ular air ? Well, Dhamma bukanlah ular berbisa simbol identifikasi/arogansi & sarana eksploitasi/ intimidasi bagi kebodohan internal diri sendiri & untuk pembodohan eksternal lainnya. (Waspadalah bukan hanya kemungkinan brain-washed dari logical / ethical fallacy sebagai pseudo /lokiya dhamma dalam pengetahuan/ penempuhan namun mungkin juga miccha ditti 62 brahmajala sutta dalam labirin penembusan/ pencapaian ).
By the way, bagaimana jika faham tsb ternyata bukan keberdayaan & pencerahan namun keterpedayaan & penyesatan? besar tanggungan karmik yang layak diterima ke semuanya. So, jangan naif/liar untuk bodoh (picik, licik dan kasar) dengan melakukan kebodohan internal apalagi pembodohan eksternal sebenar apapun anggapan anda ... apalagi jika kemudian ternyata itu adalah ketersesatan dan lebih parah lagi jika memang hanya penyesatan untuk kebanggaan pengakuan dan kepentingan kekuasaan saja. Well, selain beban karmik sendiri tambahkan juga perkalian follower / subscriber dengan jangka waktu pakai hingga kedaluarsa untuk bonus beban karmiknya, bro/sis. (kalkulasi matematis amal/dosa jariyah berjamaah versi kami ?). So, jangan korbankan diri anda dan juga (apalagi) lainnya dengan kekonyolan yang tidak perlu & tak bermutu dalam derita penyesalan yang memang mutlak perwira perlu ditanggung tidak hanya seumur masa kehidupan namun bisa jadi akan sepanjang kalpa keabadian. Walau memang senantiasa ada celah pencerahan/penyesatan di setiap dimensi alam kehidupan samsarik untuk perbaikan/ penjatuhan evolutif , namun sebagaimana Buddha katakan diperlukan ekstra kebijaksanaan (alobha/adosa/amoha), ketangguhan (sila/samadhi/panna) dan 'keberuntungan' (berakhirnya kammasaka buruk & berbuahnya kammasaka baik, positifnya kammavipaka baru atas pacaya pemicu eksternal : misalnya sikap batin simpatik mudita bagi petta paradattupajivika atas limpahan kebaikan patidana untuknya dsb) bagi yang sudah menjadikan alam apaya seakan rumah tinggal yang layak baginya (pengumbaran kecenderungan MLD moha- lobha- dosa yang kuat di tempat yang 'tepat' ?)
Walaupun mungkin memang ada, diadakan atau diada-adakan bagi kebenaran untuk personally bebas memilih jalan yang sesuai dan 'pembenaran' kepentingan untuk memaksakan keinginan externally (?) , mungkin sebaiknya (walau plus minus dampak memang tetap ada untuk diterima atas segala konsekuensi pilihan) tetaplah sebagaimana kita semula (?) karena disamping kita memang tetap harus menjalani tanggung jawab atas kamavipaka di saat ini adalah bijak juga menghindari disharmoni eksistensial yang tidak perlu … apakah kita muslim, Kristen, hindu, Buddha, dsb termasuk yang menyadari dirinya agnostic ataupun maaf ….bahkan atheist sekalipun akan keilahian personal yang umumnya(?) dianut /yang ini .. disini secara politis/ ideologis (?) masih repot atau memang direpotkan, bro/sis ? /. Well, sebenarnya selama kita masih sadar untuk bisa menjaga dan membawa diri dalam etika kebersamaan & kesemestaan untuk saling empati,, harmoni dan sinergi seharusnya tidak menjadi masalah apalagi dipermasalahkan (?). Ada keberagaman dalam keindahan pelangi dimana masing-masing warnanya walau mungkin boleh naif untuk tidak harus menyetujui satu sama lain akan keseragaman dengannya namun tetaplah harus arif untuk senantiasa saling menghargai perbedaan keberadaannya masing-masing. Ini bukan sekedar Kearifan Buddha atau Shiva yang memandang aneka keragaman delusi pelangi berkonsep para bhava samsarik sehingga adalah tidak bijak untuk mencabut seseorang dari akar habitatnya semula walaupun/apalagi dengan cara yang sesungguhnya sangat kontra-produktif (pembenaran standar ganda pseudo dhamma atau bahkan pemaksaan addhama : pembenaran arogansi identifikatif & eksploitasi, manipulative/ intimidatif/ agressif dst).
Well, untuk kesekian kalinya (kami tekankan) Spiritualitas yang dewasa adalah just leveling (to reach) not for labeling (to claim) ….memastikan keberdayaan tidak sekedar meyakinkan kepercayaan, melayakkan pencapaian dengan penempuhan & penembusan tidak sekedar melagakkan pencitraan dengan penganggapan & pengakuan, mengandalkan tanggung jawab meniscayakan kesejatian tidak sekedar bermanja mengharapkan 'keajaiban' belaka, dsb.
Monolog :
Berikut kajian kami terhadap 3 masalah krusial esoteris berdasarkan referensi Buddhisme & Mysticisme
1. Mandala Advaita = Desain Kosmik
2. Niyama Dhamma = Kaidah Kosmik
3. Kamma Vibhanga = Kaidah Ethika
aaaa
1. Mandala Advaita
Realitas Transendental :
Tauhid sufism Ibn Araby : tanzih -tasbih (transenden/imanen) Jika kau memandangnya tanzih semata kau membatasi Tuhan. Jika kau memandangnya tasbih belaka kau menetapkan Dia Namun jika kau menyatakanNya tanzih dan tasybih; kau berada di jalan Tauhid yang benar
Sufi Ibn Arabi memandang KeIlahian Tuhan secara Esa - utuh dalam keseluruhan. Tuhan dipandang sekaligus sebagai Dzat Mutlak yang kekudusanNya tak tercapai oleh apapun/siapapun juga (transenden/tanzih) namun keluhuranNya meliputi segala sesuatu (immanen/ tasybih) sehingga walaupun pada dasarnya Kekudusan dan kesempurnaan Tuhan secara intelektual tak terfahami (agnosis) dengan keberadaan yang mungkin terlalu agung untuk kemudian tak diPribadikan (impersonal) dan mandiri (independent) namun kemulian IlahiahNya sering disikapi sebagai figur yang berpribadi(personal) dan Dharma kehendakNya dapat difahami(gnosis) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara makhluk dengan Tuhan sesuai dengan ketentuanNya (dependent).Tanpa Tuhan,tidak ada segalanya. Karena Tuhan, bisa ada segalanya. (wajibul & mumkimul Wujud )
Tao adalah Tao - jika kau bisa menggambarkannya itu pasti bukan Tao (tan kinoyo ngopo)
Dalam kitab suci Uddana 8.3 Parinibbana (3) Buddha bersabda : O,bhikkhu ; ada sesuatu yang tidak dilahirkan ajatam, tidak menjelma abhutam, tidak tercipta akatam, Yang Mutlak asankhatam Jika seandainya saja tidak ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak menjelma,tidak tercipta, Yang Mutlak tersebut maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran penjelmaan ,pembentukan , dan pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak menjelma, tidak tercipta, Yang Mutlak tersebut maka ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu itu.
Buddhisme umumnya menamai itu semua sebagai Nibbana (Unio Mystica Kemurnian/KeIlahian ? ). Tanpa niatan mengacau, jika kami memandang ini secara tidak langsung mungkin menunjukkan dua hal sekaligus ,yaitu : kesaksian akan adanya "keilahian' yang diistilahkan sebagai ‘yang Mutlak” dan yang kedua penjelasan bahwa nibbana pencerahan sebagai puncak pencapaian spiritualitas Buddhisme hanya mungkin terjadi karena adanya ‘Yang Mutlak’ tersebut. Seperti di tabel.
Tabel 10 level Kesadaran Gnosis
| | Dimensi | Tanazul Genesis KeIlahian ↓ | Taraqi Eksodus Pemurnian ↑ | Simultan progress Triade |
Transendental | ESENSI MURNI ? ! . | Transendental | ajatam | abhutam | Panna (theravada?) |
Universal | akatam | asankhatam |
Eksistensial | Asekha ? | Nibbana |
Universal | ENERGI ILAHI nama brahma | Transendental | Anagami | suddhavasa | Samadhi (vajrayana ?) |
Universal | Anenja | arupavacara |
Eksistensial | Vehapala >Abhasara | rupavacara |
Eksistensial | MATERI ALAMI rupa kamavacara | Transendental | Mara/Kal, ... | triloka | Sila (mahayana?) |
Universal | Yama , Saka, ... | svargaloka |
Eksistensial | asura? < Bhumadeva | apayaloka |
(10 ? transendental 3 + universal 3 + eksistensial 3 = 9 ? 9 dimensi mandala di atas + 1 for Indefinitely Infinitum ( Realitas Aktual Transenden > Fenomena Formal Immanen dari personal laten deitas ) for humbling in progress to mystery.
See :
hipotesa teoritis 3 (tiga) fase (Mandala.
Well, ini hipotesa teoritis dari 3 (tiga) fase (Mandala Tiada Samsara - Mandala dengan Samsara - Mandala Tanpa Samsara).
1.Mandala Tiada Samsara, ( Fase hanya Dhyana > Dhamma ) Transenden = Transendental - Universal - Eksistensial (Esa - yang ada hanya Dia Sentra Yang Esa )
2. Mandala Dengan Samsara, (Fase dalam Dhamma < Dhyana )
Transenden = Transendental , Universal , Eksistensial (Segalanya ada karena Dia Sentra Yang Esa) Tanazul Genesis = emanasi , kreasi , ekspansi ?
2.1. Awal : Mandala Pra Samsara
Transendental : keterjagaan esensi / zen ? Nibbana
Universal : keterlelapan energi / nama Brahma : arupa & rupa ,
Eksistensial : kebermimpian etheric / rupa Kamavacara : dunia - surga & apaya
2.2.. Kini : Samsara Pra Pralaya
Dunia : sd pralaya Svarga : sd pralaya (paska dunia ) - Apaya : sd pralaya ( lokantarika ?) - Brahma : sd pralaya ( abhasara etc Nibbana : sd advaita ?
2.3. Nanti : Samsara Paska Pralaya (versi Buddhism ? )
Lokantarika : residu rupa paska terkena pralaya : dunia - apaya - svarga - hingga rupa brahma Jhana 1 sd 3
Brahmanda : restan nama tidak terkena pralaya : Sudhavasa + Anenja /& Rupa Brahma : Jhana 4 - 3 - 2 ( abhasara )
Lokuttrara : bebas dari samsara & pralayanya : Asekha nibbana ( eksistensial ? + universal & transendental-nya)
What's next ?
- Siklus fase ke 2 Mandala Dalam Samsara berlanjut lagi (Kisah kasih nama rupa Brahmanda Lokantarika bersemi kembali sebagaimana biasanya ? ... kecuali lokuttara & suddhavasa harusnya plus vehapala yang masih mantap & anenja yang masih terlelap juga ..... Asaññasatta ?)
- atau... kembali ke fase 1 (kemanunggalan azali karena pencerahan keseluruhan/& keterjagaan Dia Sentra Yang Esa)
- atau haruskah ada fase 3 (kemusnahan total karena kekacauan keseluruhan & kebinasaan Dia Sentra Yang Esa )
3. Mandala Tanpa Samsara (Fase tanpa Dhamma - tiada Dhyana ) tiada Eksistensial - Universal - Transendental (Segalanya tiada tanpa Dia Sentra Yang Esa )
Adakah Sentra dengan sigma & zenka lain ? Maha Sentra Utama ? dst dsb dll
idea tidak lagi dibahas bisa keluar jalur ?
Spekulasi Rimba Pendapat tak perlu karena hanya memboroskan energi, perdebatan tak perlu & sama sekali bukan upaya yang perlu untuk bersegera dalam penempuhan keberdayaan aktual ? Samsara pribadi (eksistensial ) saja belum diketahui awalnya dan akhirnya (kejujuran nirvanik Buddha ), apalagi samsara semesta (universal) terlebih lagi transendental .
Mandala Samsarik Buddhisme (31 alam kehidupan)

atau tabel hipotesis yang agak 'gila' dari kami ini
| Wilayah | 1 | 2 | 3 |
Transendental | Nibbana ‘sentra’ ? | Belum diketahui ? 7 | Tidak diketahui ? 8 | Tanpa diketahui ? 9 |
| Nibbana ‘sigma’? | Belum mengakui ? 4 | Tidak mengakui ? 5 | Tanpa mengakui ? 6 |
| Nibbana ‘zenka’ ? | Arahata 1 | Pacceka 2 | Sambuddha 3 |
Universal | Brahma Murni (Suddhavasa) | Anagami 7 (aviha Atappa) | Anagami 8 (Sudassa Sudassi) | Anagami 9(Akanittha) |
| Brahma Stabil (Uppekkha ) | jhana 4 (Vehapphala) | Asaññasatta 5 (rupa > nama) | Anenja 6 ( nama > rupa arupa brahma 4 ) |
| Brahma mobile (nama & rupa) | Jhana 1 (Maha Brahma) | Jhana 2 (Abhassara) | Jhana 3 (Subhakinha) |
Eksistensial | Trimurti LokaDewa | Vishnu 7 (Tusita) | Brahma 8 (Nimmãnarati) | Shiva 9 (Mara? Paranimmita vasavatti) |
| Astral Surgawi | Yakha (Cãtummahãrãjika) 4 | Saka (Tãvatimsa) 5 | Yama (Yãma)6 |
| Materi Eteris | Dunia fisik(mediocre’ manussa &‘apaya’ hewan iracchãnayoni) + flora & abiotik ? / 1 | Eteris Astral apaya (‘apaya’ Petayoni & ‘apaya’ niraya) 2 | Eteris Astral apaya Asura (petta & /eks?/ Deva ) 3 |
tampaknya
pada kolom universal Uppekha Brahma yang relatif stabil (maksudnya tidak mobile / fragile tidak begitu labil
sehingga lolos sementara tidak terkena dari siklus rupa pralaya samsarik
dimensi 'materi' : dunia 1 + apaya 4 &
juga surga deva kamavacara 6 & Rupa Brahma 3 dibawahnya sebagai
rupa lokantarika di antara Brahmanda & lokuttara nantinya sebelum siklus
berikutnya) perlu digeser posisi antara anenja 5 & asannasata 6 ...
bukan hanya dikarenakan life span (masa hidup) namun juga dari ketangguhan
samadhi mereka dalam labirin kosmik paralel penembusan
saddhamma. Asaññasatta tersekap (terjatuh) dalam rupa sedangkan anenja
'hanya' terjebak (terlelap) dalam nama. Direvisi resumenya?. Atau bisa
juga Brahma Vehappala 4 digeser ke tengah jadi nomor 5 karena keseimbangannya
sebagai nama atas rupa (BUKAN KESOMBONGAN, KESERAKAHAN
& KEBENCIAN, LHO) dibandingkan Asaññasatta 4 yang
menolak nama batin bahkan malahan menjadi melekat pada rupa materi bahkan
mungkin juga justru nomor 6 mengungguli anenja yang terlelap dalam nama dan
acuh dengan rupa pada level anariya (?) walau memang memiliki masa hidup (life
span) yang lebih lama dibandingkan para Brahma lainnya (bahkan termasuk Ariya
anagami suddhavasa di level atasnya) berdasarkan kalkulasi matematis
Gnosis Buddhisme. Direvisi lagi resumenya ?
apaya asura ? hehehe, tampaknya itu rahasia kosmik, guys. Vishnu mungkin tidak suka namun tampaknya tidak bagi Shiva yang arif, Brahma dan Saka memang ahli & baik namun naif untuk hal ini. Dalam permainan samsarik ini keberadaan guardian "penyeimbang" bagi keberlangsungan kesemuan, kenaifan & keliaran hingga perlunya serial recycling daur ulang pralaya perbaikan kerusakan paska kekacauan dimensi tampaknya memang perlu ada. Tanpa maksud mencela & membela, dalam diri setiap kita para zenka pengembara keabadian tampaknya memang masih ada 'drive' ariya dan asura di dalamnya. Dalam dimensi kamavacara tampaknya asura, yama & mara memang guardian utama untuk permainan samsarik di level bawah, tengah & atas. Ini sebetulnya bahasan paling menarik namun sayangnya akan sangat sensitif tampaknya (sungkan, ah) referensi acuan? intinya tetaplah autentik & holistik (tidak identifikatif apalagi manipulatif)
3b) (Membicarakan soal Kebenaran dan Agama.docx). semoga tanggap demi empati, harmoni, sinergi. kebersamaan semua. /mencela itu tercela bukan hanya untuk yang tidak selayaknya dicela bahkan juga jikapun dianggap layak untuk itu awas kesombongan, jaga keseimbangan demi kebijaksanaan akan Kesunyataan holistik / So, jadilah
berkah yang mencerahkan/ memberdayakan bukan limbah yang
menyusahkan/memperdayakan di/ke manapun kita berada bukan hanya bagi
diri sendiri namun juga makhluk lain di setiap living cosmic ini. So, pastikan keberdayaan Saddhamma bukan hanya yakinkan kepercayaan belaka! penempuhan nyata tidak sekedar pengetahuan belaka. Saddhamma
adalah aktualisasi autentik pemastian sesuai kaidah Realitas bukan
sekedar harapan persangkaan keyakinan saja (Real
realized>identifikatif & manipulatif ?).
Bijaksanalah
untuk senantiasa bersiaga dengan segala kemungkinan sejati yang /akan/
ada (kualitas transendensi ariya > mahakammavibhanga 4 >
ekspektasi asura ? ) minimal
bersiaplah menerima, menghadapi dan melampauinya (realisasi level
swadika, kualifikasi genia talenta & hisab visekha) !
(See
= siklus samsarik gnosis fase 3 mandala di atas : sungkan & riskan
bilang sebetulnya .... BTW sekarang tanggap ya mengapa & bagaimana
dalam gnosis buddhisme siklus pralaya samsarik terjadi bukan hanya pada
dunia, apaya namun juga surga bahkan hingga rupa brahma jhana 3 )
So,
spiritualitas memang mutlak mengharuskan kemurnian bukan sekedar
kelihaian (terkadang segala kenekatan penempuhan, kehebatan pencapaian
& kehebohan perolehan sering menjadi labirin jebakan
penjerat/penjebak/penjatuh yang sangat ampuh bagi yang belum terjaga
& tidak waspada apalagi jika caranya bertentangan dengan Saddhamma
... bumerang, guys).
Cari
quote video Mahadeva Shiva yang menyayangkan motif Asura karena
memujaNya demi transaksi hadiah kekuatan/kemuliaan bukan demi pensucian
kesejatian yang seharusnya lebih berguna demi transformasi diri.
(memberatkan keakuan & mengumbar kemauan ... kebodohan internal
dengan pembodohan eksternal ?) Shiva memang fair mengesankan kesemuanya
dan tidak mengenaskan, bukan typical personal god laten deitas yang naif
& liar untuk dieksploitasi karena harapkan pengakuan/ pemujaan
apalagi persaingan & kebencian /kesalah-fahaman Asura yang fatal
dalam persangkaan & pandangannya dalam/sebagai ke-Ilahi-an?) .... bagi
pemurnian autentik kesejatian harusnya bukan demi transaksi kepamrihan pencitraan yang semu, nsif & liar yang merugikan perkembangan pencapaian spiritualitas semuanya. Har har Mahadev seri berapa, ya ? (lupa tayangan TV dulu). Jika
saja memang benar level Shiva Mahadeva Hinduisme setara dengan Mara
Buddhisme ini tetaplah menjadi keunggulanNya .. senantiasa terjaga & waspada tidak
butuh pengakuan walau memang belum menyadari keanattaan realitas diri
sebagaimana Buddha Tusita (avatara ke 9 Vishnu ?) yang mencapai
pencerahan Nirvanik..
Acinteya yang telah direalisasi & tetap dijalani Buddha walau tanpa dipublikasi dalam simsapa sutta ini apa juga difahami & disadari Savaka-Nya ?
Untuk
kesekian kalinya saya harus jujur mengagumi kebijaksanaan taktis demi
transendensi pencerahan yang bukan hanya translingual namun transrasional
Buddha Gautama sebagaimana pembabaran alur dukkha asivisopama sutta sebelumnya
untuk menyadarkan faktisitas keberadaan problem dilematik samsara diri
(analisis 16 nana vipassana paska samatha : via ‘stepping stone’ nibbida untuk
melonggarkan cengkeraman upadana kemelekatan papanca samsarik agar
sankhar-upekkha keberimbangan formasi termantapkan - anuloma peniscayaan
tersesuaikan dan transformasi gotrabu terlayakkan bagi realisasi magga-phala nibbana
pencerahan sehingga keniscayaan aktualisasi kiriya non-karmik sebagai Ariya
secara autentik murni terrefleksikan ).
Ke-Buddha-an
adalah potensi nirvanik dari esensi murni segala level spiritualitas keberadaan
samsarik yang harus menempuh faktisitas penempuhannya masing-masing . Nibbana
adalah keterjagaan dan samsara adalah keterlelapan. Buddha sesungguhnya adalah
Dia (semoga juga kita semua akan demikian) yang sudah bangun terjaga dari mimpi
tidur samsariknya. Semua bhava samsara sesungguhnya (disadari atau tidak)
adalah pengarung Dharma keBuddhaan di samudera samsara walaupun dalam label
eksistensial bukan penganut ‘agama’ Buddha. So, (maaf) jangan terdelusi
statistic kuantitas populasi Buddhist di permukaan.
Buddhisme
yang dibabarkan Buddha Gotama adalah segenggam permata kebijaksanaan simsapa
yang karena jangkauan pemberdayaannya sangat luas (tidak hanya untuk
pendewasaan pribadi, keharmonisan duniawi, perolehan surgawi, pencapaian
brahma, kemampuan abhinna namun bahkan terutama pemurnian bagi keterbebasan
dari samsara ini) relative bukan hanya tidak lebih mudah difahami namun juga
akan cukup susah untuk dijalani bagi semua bhava samsara yang masih terlelap
dalam mimpi keakuan, terseret dalam banjir kemauan, tersekap dalam kesemuan , terjebak
dalam kenaifan, dsb… sedangkan demi kelayakan penempuhan (terutama untuk
‘uncommon wisdom’ pembebasan) sejumlah kode etik kosmik kemurnian yang tidak
selalu ‘popular’ dengan kecenderungan pembenaran samsarik kepentingan ego
mutlak memang perlu dijalankan pelayakannya, antara lain kedewasaan menerima,
mensikapi dan melayakkan diri atas kaidah karma ( > pembenaran manipulatif
kepercayaan harapan/anggapan akidah pengampunan/ pelimpahan) , kemurnian
aktualisasi holistik (> defisiensi kepamrihan/ pencitraan) , refleksi kasih
murni tiada batas tanpa eksploitasi standar ganda, menjaga harmoni keseluruhan
sebagaimana yang Beliau niscayakan tanpa noda (identifikasi pembanggaan
kesombongan diri), tiada cela (eksploitasi pembenaran kepentingan diri) tetap
bermain ‘cantik’ (harmonisasi transenden pada wilayah immanent … walau memiliki
Dasabala keunggulan adiduniawi tetap bijak dan murni terjaga tidak memanipulasi
tataran samsara duniawi dibawahNya …. karena walau samsara 'hanyalah' fenomena
bayangan kenyataan semu dari Realitas kebenaran Nibbana namun adalah tetap
tidak etis bagi yang telah terjaga melanggar ‘aturan main’ wilayah mimpinya .
Samsara dalam advaita mandala ini tampaknya memang perlu ‘ada’ bukan hanya
sekedar menampung aneka kehebohan pagelaran chaotik drama delusive bagi
keterlayakan level episode berikutnya namun juga demi tetap berlangsungnya
keberagaman pada kasunyatan abadi ini?) dalam masa pembabaran Dhamma paska
pencerahan hingga parinibbana kewafatanNya (laporan ‘pandangan mata batin
Ariya’ proses adiduniawi non-empiris paranibbana Beliau oleh Arahata Anurudha
kepada Sekha Ananda atas validitas konsistensi keniscayaan Magga Phala
Samma-SambuddhaNya).
Dari
prolog dan komentar awal tampaknya karakteristik alur tema Anatta akan dibabarkan
pada sessi Bahiya Sutta ini. Sangat menarik untuk disimak karena pra asumsi
awal kami … dari tilakhana, anatta adalah factor krusial pembeda yang membuat
Ariya Dhamma ini bukan hanya melingkupi (bisa mencapai) namun juga mengungguli
(bisa melampaui) lainnya (lokiya : asura dewata/ anenja brahma ?). Faktor
Anicca dalam batas tertentu memang bisa difahami dan dilalui lokiya dhamma
(norma duniawi – etika surgawi .. awas /ditthi + tanha/ dan sangat liarnya
sensasi kemauan yang bisa menjerumuskan ke Lokantarika paska pralaya 2 ?) ,
factor dukkha pada level tertentu juga masih bisa disadari dan dicapai anenja
dhamma ( unio mystica – pantheistics … awas /mana + avijja/ plus masih naifnya
fantasi keakuan dimensi Abhassara untuk menyeret kembali dalam perangkap
samsara paska pralaya 4 ? ) namun annata adalah factor penentu yang
memungkinkan lokuttara dhamma ini mampu mengaktualisasi kemurnian penempuhan
(> defisiensi kepamrihan & pencitraan) secara konsisten meniscayakan
‘peniscayaan/ keniscayaan’ dalam kelayakan realisasi pencerahan transeden
(keterjagaan dari keterlelapan mimpi/ delusi samsara ini – keterbebasan ‘esensi
murni’ ke-Buddha-an dari cangkang delusi ‘pancupadana khanda’ tanpa kebodohan
identifikasi dan eksploitasi pembodohan dari keterpedayaan/ ketersesatan/
keterperangkapan intra-drama pengembaraan semu samsara ini kembali
(singgah/pulang) ke ‘rumah sejati’ Nibbana ).
Dalam
mandala advaita kasunyatan abadi ini sebagaimana samma-panna nibbana yang perlu
disadari dan ditembus daya sentrifugal kebijaksanaanNya demikian pula
tanha-avijja samsara tampaknya juga perlu difahami dan dilampaui daya
sentripetal kecenderungannya. So, sebagaimana harmoni musik peregangan senar
kecapi walau viriya memang diperlukan untuk mensegerakan dan konsisten dalam
penempuhan namun tampaknya perlu juga panna kebijaksanaan untuk menjaga
keberimbangannya dalam kewajaran harmonisasi eksistensial maupun kesadaran
transendensi spiritualnya.
Semoga
refleksi epilog ini tidak menjadi anti klimaks yang dianggap mementahkan
samvega kegairahan yang tengah dibangun para Neyya Buddhist (karena ini juga
akan berdampak merugikan bagi para truth seeker dalam menyerap referensi yang
diperlukan bagi wawasan pengetahuan dan tataran penempuhannya juga).
Salam Namo Buddhaya dari padaparama di 'luar' sasana.
Sebagai penutup, penjelas, penyeimbang, etc ....
Memahami hakekat realitas transendental kesedemikianan
Prediksi hipotetis figure ideal evolusi spiritual homo novus 10
DIBAHAS ? INI MUNGKIN ADALAH SENTRA POSTING KAMI SELAMA INI ... QUO VADIS & HOW TO BE ?
Hidup total dalam penempuhan induktif (7 dimensi?) bagi evolusi pribadi eksistensial, kebijaksanaan deduktif demi harmoni dimensi universal dan keterarahan holistik pada sinergi saddhamma transendental .... bukan hanya selfish demi ego sendiri namun selfless bagi keEsaan mandala advaita ini. dan seharusnyalah tampaknya bisa diusahakan setiap zenka berkesadaran dimanapun dimensi keberadaannya dalam segala situasi & kondisi keterbatasan dan pembatasannya sebagaimana kaidah yang diberlakukan Niyama Dhamma dalam mandala advaita ini agar tetap kokoh dalam keberadaan dan keberdayaanNya yang homeostatis, interconnected & equiliberium. Well, 7 dimensi pemurnian kesejatian= fisik, etersis, astral, kausal, monade, kosmik & nirvanik - Osho (demi keselarasan harmonis & holistik Homo Novus Mystical Being eneagram 10 ?)
Tantien | Pusat | Hati | Rasio |
10 ? | Kalki (destroyer?) | Zorba (artistics) | Zenka? (holistics) |
Ethical | Rama 7 (peaceful) | Khrisna 8 (lovely) | Buddha 9 (meditative) |
Emotional | Parasurama 6 (warrior !) | Vamana 5 (insani) | Narasimha 4 (hewani) |
Physical | Matsya 1 (ikan air) | Koorma 2 (amfibi kura2) | Varaha 3 (celeng darat) |
Prediksi hipotetis figure ideal evolusi spiritual homo novus 10 (for the Next Mystical Being 10 ?)
1. Kalki destroyer (Ancient Hinduism Myth of dasavathara ) penghancuran addhamma di akhir yuga 4 atau hingga menggenapi siklus pralaya samsarik rupa lokantarika Asura > progress swadika nirvanik nama lokuttara Ariya ? ironis & tragis karena kesalahan sesungguhnya bukan pada aspek khanda rupa material fisik alamiah namun pada keburukan asava aspek nama batiniah zenkanya. / awas dosa byapada kebencian/
2. Zorba the Buddha (hipotesis Osho for New Man ) ? vitalisme mampu filosofis atau menjadi hedonis / awas lobha tanha ketamakan /
3. Zenka the holistics (just dream ?) ... Ariya Swadika di segala mandala / awas moha avijja kebodohan juga, lho /
Inilah sebabnya kami lebih suka istilah sederhana kedewasaan pencerahan ketimbang perayaan kebebasan (karena lebih : true, humble & responsible untuk tetap terjaga , menjaga & berjaga dari segala kemungkinan ... Kebenaran adalah Jalan Kita semua tetapi bukan Milik kita, Diri Kita dan Label Kita ... Anatta ? .. Well, hanya Sang Kebenaran (baca: Hyang Esa ... Tuhan Transenden dalam triade Wujud, Kuasa & KasihNya atas laten deitas keIlahianNya di segala mandala immanenNya yang nyata, mulia dan benar dalam kesempurnaanNya) yang benar. Sedangkan kita dalam keterbatasan & pembatasan yang ada memang sering bodoh, bisa saja salah, dan bahkan mungkin jatuh namun tetap perlu segera bangkit kembali menempuh jalan benar itu dengan benar dalam niat, cara,& arah tujuannya ... terjaga untuk evolusi eksistensial , menjaga bagi harmoni universal & berjaga demi sinergi transendental
Lanjut ...
See :AN 3.136: Uppādā Sutta Sering disebut DhammaNiyama Sutta (?).
Dhamma tetap ada walau Buddha muncul atau tidak (pada masa Buddhakalpa dan atau Sunnakalpa)
Dalam kitab suci Tipiṭaka pada Uppādāsutta bagian Aṅguttara Nikāya 3.136:
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ, ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā aniccā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā aniccā’ti.
“Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah tidak kekal.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah tidak kekal.’
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā dukkhā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā dukkhā’ti.
Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah penderitaan.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah penderitaan.’
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe dhammā anattā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe dhammā anattā’”ti.
Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’”
Dalam agama Buddha, kelima hukum tersebut adalah sebagai berikut.
Utuniyāma, hukum kepastian atau keteraturan musim.
Bijaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan biji.
Kammaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan kamma.
Cittaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan kesadaran.
Dhammaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan dhamma.
Link Media:
Keberagamaan yang sesuai secara eksistenstial, selaras dengan kaidah universal dan mengarah dalam tataran transendental .
BHANTE PANNAVARO Hukum KehidupanHingga real terealisasikan dengan sikap realistis menerima, mengasihi & melampaui kaidah permainan keabadian ini.
Link Data :
Pandangan Kami :
3. KAMMA VIBHANGA
Secara simple bolehlah dikatakan hukum karma adalah jika perbuatan baik dilakukan maka akan menghasilkan kebaikan juga kepada pelakunya demikian juga keburukan. Namun demikian kaidah nyata berlakunya hukum karma sangat kompleks tidaklah berjalan sederhana instant, direct & identik sebagaimana yang secara naif kita perkirakan. Ada 4 variasi kemungkinan dari kaidah kosmik hukum karma ini secara empiris menurut Buddha paska keterjagaan pencerahan samsarikNya .
Link data utama : Piya Tan untuk bahasan Mahakammavibhanga sutta
atau Link Video :
Link data (pinjem link download google drive-nya, ya ?) :
dan Ashin Kheminda DBS Playlist
Hukum Kamma
Cula Kamma Vibhanga
Maha Kamma Vibhanga
Pandangan kami :
Epilog :
Berikut adalah
Aneka Video Dhamma Desana Buddhism lainnya
dalam evolusi perkembangan kebijaksanaan spiritualitas pengetahuan intelektual, penempuhan universal & penembusan transendental .
PLUS
Dua video perlu diberikan untuk bukan hanya sekedar menjaga kebaikan sila berpribadi & berprilaku bagi diri sendiri namun juga demi metta kasih sayang kepada lainnya.
juga toleransi menghargai pelangi perbedaan
Tiada standar ganda (bagi kebodohan internal & pembodohan eksternal) untuk diidentifikasi & dieksploitasi dalam Saddhamma /transenden impersonal x kultus personal ; realisasi aktual > manipulasi sakral)
semua sama peran sebagai manusia (karma = taqwa)
Samsara ? Siklus Rebirth Karmik ( dunia dan akherat gitu aja )
Konsistensi peniscayaan
aa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar